0819-0808-0450 humas@irps.or.id

Tanggal 10 November yang merupakan hari Pahlawan Nasional, diperingati oleh seluruh lapisan masyarakat dengan meriah. Beragam acara dilakukan, mulai dari gerak jalan, berbagai lomba anak-anak, dan banyak lagi lainnya.

Indonesia Railway Preservation Society (IRPS) sebagai komunitas pecinta kereta api yang memfokuskan dirinya pada sejarah negeri ini juga tidak mau ketinggalan. Pada tanggal 11 November 2017, IRPS Wilayah Semarang mengadakan acara nonton bareng film bertempat di gedung Monod Huis di kawasan kota lama Semarang. Film yang diputar kali ini berjudul “Kereta Api Terakhir” karya sutradara Muchtar Soemodimedjo. Film yang pertama kali dirilis pada tahun 1981 ini dibintangi salah satu aktor terkenal, Gito Rollies.

Film ini mengisahkan tentang sejarah masa lalu, kala ibu kota Indonesia dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta. Kereta yang ditumpangi raktat jelata dan para pejuang ini harus berjibaku menghindari pesawat Belanda yang mengintai keberadaan kereta api ini, dan menjadikannya sasaran empuk untuk dihancurkan. Masyarakat menjadi korban kekejaman pesawat-pesawat itu. Dengan berbagai cara, akhirnya kereta api ini berhasil tiba di Yogyakarta.

Film Kereta Api Terakhir ini mengambil lokasi syuting di Purworejo dan Purwokerto Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Film yang dibintangi aktor Dedi Sutomo, Gito Rolies, Pupung Haris, Reza Pahlawan ini mengambil setting perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi Agresi Militer Belanda I tahun 1947. Penggunaan lokomotif uap tipe CC50 dan C28 dalam film tersebut, selalu menjadi perbincangan para pecinta kereta api.

Kegiatan nonton bareng ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa kereta api merupakan salah satu sarana perjuangan bangsa yang tidak boleh dilupakan begitu saja. Begitu banyak sejarah bangsa ini berkait erat dengan dunia kereta api. Dan nyaris seluruh aset kereta api adalah peninggalan zaman kolonial Belanda. “Film ini menyadarkan kita bahwa kereta api memiliki peran penting dalam mengantarkan bangsa ini meraih kemerdekaan,” demikian yang dipaparkan salah seorang pembina IRPS sekaligus anggota IRPS Semarang, Bapak Tjahjono.

Menurut beliau, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa para pekerja kereta api kala itu juga bisa disebut pahlawan. Mereka menyediakan sarana untuk menunjang perlawanan kepada penjajah.

“Kereta api adalah alat perjuangan. Salah satunya kereta api membantu para rakyat mengungsi. Kala itu ibu kota dipindahkan dari Jakarta ke Jogjakarta. Selain itu kereta api juga membantu mengamankan asset-asset negara berupa arsip dan literatur dari serangan dan perusakan oleh penjajah,” kata Pak Tjahjono menambahkan.

Selain kegiatan nonton bareng, juga pemberian kenang-kenangan dari perwakilan IRPS Semarang, Martinus Setiabudi, kepada owner Gedung Monod Huis, Agus Winarto.

Bravo IRPS Semarang!