Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau besar di Asia Tenggara yang memiliki jaringan kereta api. Saat ini, jaringan kereta api hanya eksis di wilayah Kalimantan yang menjadi bagian dari Malaysia, tepatnya di negara bagian Sabah yang dioperasikan oleh Sabah State Railway sejauh 134 kilometer. Namun, siapa sangka ternyata wilayah Kalimantan yang menjadi bagian dari Indonesia pun pernah memiliki jaringan kereta api.
Menelusuri jejak keberadaan jaringan kereta api di Pulau Kalimantan bagian Indonesia membawa kita semua kembali lagi ke era kolonial Belanda, saat Indonesia masih bernama Hindia Belanda. Kala itu, perusahaan minyak dan gas Royal Dutch Shell Group mendirikan anak perusahaan Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Salah satu wilayah operasional BPM adalah di Kota Balikpapan, kini menjadi salah satu kota besar di Provinsi Kalimantan Timur.
Untuk mendukung operasionalnya di Balikpapan, BPM membangun jalur kereta api. Jalur kereta api ini dibangun untuk angkutan dari pabrik menuju ke pelabuhan dan sebaliknya. Dari pabrik, minyak dikemas dalam drum-drum yang kemudian dinaikkan pada gerbong datar. Drum-drum minyak ini dapat dinaikkan dalam posisi berdiri, maupun posisi tidur. Bila ditumpuk dalam posisi tidur, tumpukan drum minyak bisa sampai lima tingkat ke atas.
Tentunya, angkutan tersebut bukan hanya untuk barang saja, tapi juga untuk para petinggi BPM. Situasi ini sama halnya dengan jaringan perkeretaapian di pabrik gula yang ada di Jawa, di mana kereta api digunakan untuk mengangkut tebu dan petinggi pabrik gula. Sehingga BPM juga memiliki kereta penumpang baik yang terbuka tanpa dinding maupun tertutup dengan dinding.
Jaringan kereta api yang dibangun oleh BPM memiliki lebar rel 1000 mm atau metre gauge, di mana lebar rel ini sama seperti yang digunakan oleh Sabah State Railway. Walaupun menggunakan lebar rel yang cukup lebar, jaringan milik BPM ini dikategorikan dalam sistem Decauville. Decauville sendiri sejatinya adalah sebuah perusahaan milik Paul Decauville yang bergerak dalam perkeretaapian industri dengan produk terkenalnya adalah sistem perkeretaapian ringan.
Dengan pengkategorian jaringan BPM sebagai sistem Decauville, tentu saja jaringan milik BPM ini merupakan termasuk jaringan perkeretaapian industri. Demikian pula dengan izin konsesi yang diberikan oleh pemerintah kolonial pada BPM juga merupakan izin konsesi perkeretaapian industri.
BPM memiliki beberapa unit lokomotif yang terdiri dari dua jenis traksi, yaitu lokomotif uap dan diesel. Lokomotif uap milik BPM diimpor dari perusahaan Henschel und Sohn AG di Jerman. Dari beberapa dokumentasi yang masih ada, BPM sepertinya memiliki beberapa tipe lokomotif uap yang berbeda. Dari satu dokumentasi, terlihat lokomotif uap bergandar dua (B), namun terdapat juga lokomotif yang berukuran lebih panjang.
Sementara itu, lokomotif dieselnya didatangkan dari Deutz AG, juga perusahaan Jerman. Dulu, pengiriman lokomotif dari Jerman dilakukan dengan terlebih dahulu melalui wilayah Belanda untuk selanjutnya dinaikkan ke kapal dari pelabuhan di Kota Amsterdam. Kala itu, praktek ini lumrah, bahkan setelah era kemerdekaan pun lokomotif uap D52 pesanan Djawatan Kereta Api dikirimkan melalui pelabuhan di Kota Amsterdam dari pabrik Krupp di Kota Essen, Jerman.
Kini, sisa-sisa jalur kereta api milik BPM sudah tidak tampak lagi di Balikpapan. Hanya catatan sejarah saja yang menjadi fakta bahwa pernah ada jalur kereta api di Pulau Kalimantan bagian Indonesia. Jalur milik BPM ini terutama terkena dampak perang dunia kedua dan juga modernisasi pengangkutan BBM di era setelahnya, sehingga wujudnya perlahan menghilang. Namun, area operasional BPM ini masih ada hingga sekarang dan dikelola oleh Pertamina.
Salam preservasi 🤜🏻🤛🏻
Kereta dalam lingkungan BPM, lingkungan yg dikenal sangat eksklusif.
Seolah olah dunia tersendiri.
Tks informasinya.