Lori Kereta Tambang di Gudang Penyaringan Batubara pada Tambang Batubara Seblimbingan Pulau Laut tahun 1903-1930.
Foto-Koleksi KITLV
apahabar.com, BANJARMASIN – Keberadaan kereta api di Kalimantan Selatan memiliki catatan sejarah panjang, sejak masa Hindia Belanda. Jaringan kereta api terbangun dengan baik di masa penjajahan.
Tentu, dengan tujuan melancarkan eksploitasi atas negara jajahan. Lancarnya pengiriman hasil bumi ke pasaran akan berpengaruh terhadap masuknya pundi-pundi uang ke kas pemerintah kolonial.
Jadi, mau tidak mau pemerintah kolonial Hindia Belanda harus membangun jaringan rel kereta api.
“Ini adalah sebuah keharusan. Karena banyak hasil bumi yang harus diangkut ke kota-kota agar bisa terjual dan uang pajaknya bisa segera masuk ke kas pemerintah,” ucap Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP ULM, Mansyur kepada apahabar.com, Jumat (12/07/2019).
Mengenai keberadaan kereta api di Borneo, kata Mansyur, terdapat studi Mr Gerard de Graaf, seorang railfans (penggemar kereta api) Belanda yang juga fotografer.
Dalam Seminar Komunitas Sejarah Perkeretaapian Indonesia (KSPI) di Fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta, beberapa tahun yang lalu, De Graaf banyak mengutip tentang fenomena kereta api di nusantara dalam buku Onze Koloniale Minjnbouw De Steenkolonindustria karya Ir R.J Van lier.
Dalam seminar itu, kata Mansyur, Gerard membahas tetang keberadaan kereta api di daerah pertambangan Indonesia. Yakni dalam kurun waktu antara 1888-1956. Khususnya di Sumatera dan Kalimantan.
“R.J Van Lier mengakui keberadaan kereta api di Kalimantan benar adanya. Walaupun demikian, kereta api yang dimaksud adalah kereta tambang,” jelasnya.
Pengaruh tambang batubara pada perkembangan teknologi begitu luar biasa. Batubara digunakan sebagai sumber energi pada lokomotif kereta api dan kapal uap.
Maskapai kereta api Belanda yakni Nederlandsch-In dische Spoorwegmaatschappij (NIS), menggunakan batu bara sebagai bahan bakar lokomotif kereta. Sementara itu, tambah dia, N.V. Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) mulai mengoperasionalkan armada kapal uap (kapal api) dengan menggunakan bahan bakar batubara pula pada 1891.
“Tidak menutup kemungkinan batu bara yang digunakan pada lokomotif kereta api dan kapal uap adalah batubara yang dihasilkan dari Kalimantan,” ungkapnya.
Bahkan, terang dia, Gerard W de Graaf memaparkan kereta paling awal ada di Nusantara adalah di Kalimantan Selatan. Lantaran, tambang batu bara Oranje-Nassau awalnya disebut galeri pertambangan. Di mana terdapat salah satu pit horisontal menuju ke gunung.
Sebuah kereta kecil yang berupa gerobak didorong dengan rel buatan antara tambang dan sungai Riam Kiwa, adalah alat transportasi pengangkutan batubara.
Dalam pemaparan Libra Hari Inagurasi (2015) bahwa dugaan adanya lori pengangkut batubara, didukung oleh temuan dalam ekskavasi Balai Areologi Banjarmasin (2012) lainnya yakni dua roda besi.
Roda besi yang diperkirakan roda lori yang ditemukan Tim ekskavasi Balai Arkeologi Banjarmasin (2012) di Situs Tambang Batubara Oranje Nassau, Pengaron, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan dalam Libra Hari Inagurasi (2015).
Foto-Koleksi KITLV.
“Kedua roda besi berukuran diameter 25 cm, tebal roda 9 cm, lubang as roda 3,5 cm, berat satu buah roda 5,5 kg, memiliki 4 buah jari-jari,” terangnya.
Meskipun yang ditemukan hanya roda besi tanpa disertai temuan bak lori, papar Mansyur, namun dapat memberikan petunjuk mengenai pengangkutan batu bara menggunakan lori pada saat itu.
“Batubara yang telah digali dari dalam lubang sumur, diangkat dan kemudian diangkut menggunakan lori melalui lorong kedua,” paparnya.
Lori adalah kereta menggunakan ban (roda) besi di atas sepasang rel yang ditarik tenaga manusia. Rel lori memang belum ditemukan sepanjang eskavasi Balai Arkeologi Banjarmasin di penambangan batubara Oranje Nassau.
Dengan memperhatikan konteks temuan lorong terbuka, roda besi, dan pembanding dengan lori penambangan di lnggris pada kurun waktu yang hampir bersamaan, diduga bahwa lori sudah digunakan di tambang batubara Oranje Nassau.
“Sehingga, dalam perkembangannya, kereta api untuk pertambangan diadakan di Borneo,” kata Mansyur menyimpulkan.
Pada 1888 di beberapa daerah di Kalimantan beroperasi kereta tambang batubara, seperti di Pulau Laut, Samarinda, maupun Tenggarong di Kalimantan Timur.
Bahkan beberapa rolling-stocknya seperti lori dan jalan rel masih ada yang tersimpan di suatu gudang. Demikian juga dengan bekas-bekas jembatan, juga kerap dijumpai. Masa-masa jaya tambang di Kalimantan tersebut berlangsung sekitar 1888-1954.
“Adapun hasil tambang batubara tersebut sebatas untuk keperluan energi diantaranya kapal laut, lokomotif uap, dan pembangkit listrik,” pungkasnya.
Sumber: ApaHabar.com