0819-0808-0450 humas@irps.or.id

KOMPAS.com – Hari ini 73 tahun yang lalu, tepatnya pada 28 September 1945, Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) berdiri. Pengambilalihan kekuasaan perkeretaapian Indonesia yang berada di tangan Jepang ini sekaligus sebagai tanda berdirinya jawatan tersebut.

Sistem perkeretaapian di Indonesia sepenuhnya berada di tangan bangsa Indonesia. Jepang sudah tak diperbolehkan ikut campur dalam mengurusi sistem kereta api di Indonesia.

Kemudian, berdirinya DKARI diperingati sebagai Hari Kereta Api.

Masa Hindia Belanda

Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, awal penggunaan kereta api di Indonesia telah ada semenjak 1864. Ketika itu Gubernur Jenderal Hindia Belanda Sloet Van Beele melakukan seremoni pembangunan rel kereta api kali pertama.

Jalur rel perdana yang dibuat menghubungkan Ibu Kota Jawa Tengah, Semarang dengan Surakarta. Nederlands-Indische Spoorwegen Maatschappij (NISM) sebagai pemrakarsa perusahaan kereta api di Hindia Belanda memulai proyek itu.

Setelah sukses, NISM mulai mengembangkan jalurnya ke berbagai rute di Jawa. Keberhasilan NISM membangkitkan motivasi perusahaan pemerintah Hindia Belanda untuk membuat perusahaan sendiri.

Akhirnya, Staat Spoorwagen (SS) berdiri dan membuat jalurnya melintang antara Surabaya-Pasuruan dengan panjang 115 kilometer. Tak hanya di Jawa saja, perkembangan kereta juga melebar ke Sumatera. Rel kereta pertama di Sumatera Utara dibangun oleh Perusahaan Kereta Api Swasta Deli Spoorweg Maatschappij (DSM).

Sementara di Sumatra Barat dapat dikatakan sejak pembangunan jalur kereta api oleh Perusahaan Kereta Api Negara Sumatra Staats Spoorwegen (SSS). Pada awalnya, kereta dihadirkan untuk mengangkut sirkulasi hasil bumi, perkebunan dan hasil tambang. Selain itu, jalur kereta digunakan untuk mendistribusikan kopi dari daerah pedalaman ke pusat perdagangan. Ketika Jepang masuk ke Indonesia, mereka mulai mengubah sistem kereta api.

Panjang jalur rel kereta dipangkas dan diangkut ke Myanmar untuk membangun jalan Kereta di sana.

Setelah Indonesia Merdeka

Setelah Proklamasi kemerdekan, tak semua perusahaan yang dulunya dibawah Belanda jatuh ke Indonesia. Para pejuang dan pekerja dalam industri kereta api mulai menyuarakan nasib kereta api kepada Menteri Perhubungan saat itu, Abikoeno Tjokronegoro.

Buruh kereta api yang tergabung dalam Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) mulai melakukan aksi untuk merebut otoritas pengelolaan kereta api dari tangan kolonial.

Karyawan kereta api yang tergabung dalam Angkatan Moeda Kereta Api (AMDA) juga tak ketinggalan untuk mengambil alih kekuasaan perkeretaapian.

Harian Kompas edisi 31 Agustus 2005, menjelaskan bahwa ribuan pegawai KA dan Angkatan Muda KA (AMKA) yang waktu itu masih bekerja di bawah kekuasaan Jepang, dengan datang ke Balai Besar KA Bandung-kini Kantor Pusat PT KA-dan mengambil alih kantor itu dari tangan Jepang.

Pada 28 September 1945, pernyataan sikap oleh sejumlah anggota AMKA yang mengatakan bahwa mulai 28 September kekuasaan perkeretaapian Indonesia resmi berada ditangan bangsa Indonesia.

Semenjak saat itu, terbentuk Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) dan ditetapkannya sebagai Hari Kereta Api di Indonesia. Kelak, berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) tahun 1963.

Pada era PNKA, ada operator lain seperti Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) yang masih independen sehingga kereta api di Indonesia hanya memiliki satu operator. Setelah itu, pada 15 September 1971, PNKA berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Pada era PJKA, lokomotif listrik dan diesel masih didatangkan.

Setelah 20 tahun, pada 2 Januari 1991 berubah lagi menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka). Perubahan kembali terjadi pada 1999 menjadi PT Kereta Api (Persero).

Pada 2010, PT Kereta Api berubah menjadi PT Kereta Api Indonesia (KAI). Industri perkeretaapian bertransformasi menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.

Penulis : Aswab Nanda Pratama
Editor : Bayu Galih

Loading