
KRL seri 6000 rangkaian 6121F di Bojonggede, Jawa Barat, 28 Juli 2012. KRL seri 6000 dihibahkan oleh Pemerintah Kota Tokyo di tahun 2000, dengan persiapan operasional melalui pengukuran ruang bebas untuk KRL ini telah berlangsung sejak tahun 1997. (Muhammad Pascal Fajrin/IRPS Jakarta)
Di tahun 1997, pengukuran ruang bebas khususnya pada bagian bawah berlangsung di Lin Bogor. Padahal, kereta-kereta yang saat itu beroperasi dapat melewati lin tersebut dengan aman. Usut punya usut, ternyata pengukuran ruang bebas dilakukan demi mempersiapkan operasional kereta yang sama sekali baru untuk lin tersebut, walaupun kereta yang dimaksud bukanlah kereta baru. Adalah KRL seri 6000 milik Biro Transportasi Metropolitan Tokyo, yang akan dihibahkan untuk beroperasi di Jakarta.
KRL seri 6000 milik Biro Transportasi Metropolitan Tokyo adalah armada kereta bawah tanah yang beroperasi di Jalur Mita. KRL ini dibuat mulai 1968 hingga 1976 sebanyak 168 unit yang dibagi menjadi 28 rangkaian formasi 6 kereta. KRL seri 6000 sendiri mulai beroperasi di Jalur Mita pada 27 Desember 1968. Di tahun 1993, KRL seri 6300 mulai beroperasi di Jalur Mita, secara bertahap menggantikan KRL seri 6000.
Rencana Kedatangan KRL Seri 6000
Awal mula rencana kedatangan KRL seri 6000 ini konon berasal dari kunjungan Kaisar Akihito pada Oktober 1991. Pada saat itu, Kaisar Akihito yang tiba di Jakarta dikabarkan prihatin terhadap kondisi kereta listrik di Jakarta yang kotor, tidak berpendingin udara, dan penuh sesak sehingga pintu otomatisnya rusak. Kondisi ini sangat jauh terbalik dengan keadaan di Jepang di mana pada saat itu kereta komuter mayoritas sudah menggunakan pendingin udara.
Dari keadaan inilah kemudian Kaisar Akihito menawarkan paket-paket bantuan baru untuk Pemerintah Indonesia. Di antaranya lewat produksi KRL ABB-Hyundai dan Hitachi di PT Industri Kereta Api tahun 1992 dan 1997 yang didanai Jepang, dan juga hibah KRL berpendingin udara yang terealisasi pada tahun 2000 dengan KRL seri 6000 yang dikirimkan dari Jepang ke Indonesia.
Pengukuran Ruang Bebas KRL Seri 6000

Pengukuran ruang bebas oleh tim dari Perumka didampingi oleh Profesor Yamazaki (paling kanan), peneliti dari JICA yang ditugaskan di Indonesia dalam program pengembangan operasional KRL (Satrio Wibowo)
Persiapan pengoperasian KRL seri 6000 dilakukan sejak tahun 1997 dengan pengukuran ruang bebas di Lin Bogor. Ini dikarenakan KRL seri 6000 menggunakan standar ruang bebas Jepang yang berbeda dengan standar ruang bebas Indonesia. Standar ruang bebas Jepang sudah tak lagi mengakomodir peron rendah sehingga bagian bawah kereta bisa lebih lebar. Sementara standar ruang bebas Indonesia pada bagian bawah berbentuk seperti tangga yang terlihat pada bentuk cowcatcher lokomotif karena masih mengakomodir peron rendah, sehingga bagian bawah kereta lebih sempit.
Tak jauh berbeda dengan saat ini, pengukuran ruang bebas dilakukan secara manual menggunakan balok kayu yang dirakit menyerupai bentuk ruang bebas bawah kereta Jepang dan kemudian diukur menggunakan meteran. Sementara di masa kini ruang bebas diukur menggunakan kereta eksisting yang ditambahkan mockup, secara prinsip sama namun pengukuran dapat dilakukan lebih cepat. Hasil dari pengukuran ruang bebas saat itu, stasiun-stasiun berperon rendah belum memenuhi standar untuk KRL Jepang dan harus dipapras.
Di antara stasiun-stasiun berperon rendah yang pada saat itu harus dilakukan modifikasi pada peron adalah Stasiun Citayam, Bojonggede, Cilebut, dan Bogor yang memang belum pernah tersentuh modernisasi peninggian peron sebagaimana stasiun lainnya. Tangga pada stasiun-stasiun besar seperti Stasiun Manggarai juga tak luput dari penyesuaian. Begitu pula Stasiun Jakarta Kota yang pada saat itu hanya memiliki peron tinggi di kedua jalur paling selatan saja. Pengukuran ruang bebas pada saat itu didampingi oleh petugas dari Jepang, mengingat rencana kedatangan KRL seri 6000 adalah melalui skema bantuan dari Japan International Cooperation Agency (JICA).
Kiprah KRL Seri 6000 di Jakarta

KRL seri 6000 eks Biro Transportasi Metropolitan Tokyo di Stasiun Kampung Bandan, 30 Desember 2015 (Muhammad Pascal Fajrin/IRPS Jakarta)
Cukup lama proses hingga kedatangan 72 unit KRL seri 6000 di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. KRL seri 6000 sendiri baru tiba pada tahun 2000 dan 2001, mengawali era KRL eks Jepang di Indonesia yang sementara berhenti sejak tahun 2020. KRL seri 6000 diresmikan penggunaannya pada Agustus 2000 di Stasiun Tanah Abang, dan mulai beroperasi pada layanan KRL Pakuan Ekspres relasi Jakarta-Bogor (PP) setelahnya.
Ke-72 unit KRL seri 6000 ini terdiri dari 8 rangkaian formasi 6 kereta bernomor 6121F, 6151F, 6161F, 6171F, 6181F, 6201F, 6271F, dan 6281F, total sebanyak 48 unit. 24 unit sisanya adalah kereta tengah dari rangkaian 6191F (3 unit), 6211F (4 unit), 6221F (4 unit), 6231F (4 unit), 6241F (3 unit), 6251F (3 unit), dan 6261F (3 unit). Dari ke-72 unit KRL seri 6000 ini kemudian disusun ulang menjadi 3 rangkaian formasi 8 kereta (6121F, 6161F, dan 6171F) dan 5 rangkaian formasi 6 kereta (6151F, 6181F, 6201F, 6271F, dan 6281F).
Dari penyusunan ulang rangkaian tersebut menyisakan 18 unit kereta tengah yang surplus. Jika digandengkan pada rangkaian formasi 6 kereta agar menjadi 8 kereta pun masih akan menyisakan 8 unit kereta tengah yang surplus. Sehingga kemudian kereta 6126, 6177, 6182, 6187, 6217, dan 6227 kemudian dimodifikasi dengan menambahkan kabin masinis beserta meja layannya. Kereta 6126 dan 6177, 6182 dan 6217, serta 6187 dan 6227 masing-masing menggunakan desain kabin yang berbeda dan kemudian dirangkaikan menjadi 3 rangkaian formasi 6 kereta bernomor 6177F, 6217F, dan 6227F.
KRL seri 6000 kemudian beroperasi hingga tahun 2016 ketika ia tergantikan oleh KRL seri 205 tahap I-III yang didatangkan dari perusahaan East Japan Railway Company dalam jumlah besar sebanyak 476 unit dari Jalur Saikyo, Yokohama, dan Nambu. Saat ini, satu kereta bernomor 6181 dimonumenkan di dalam Depo KRL Depok, mengingat KRL ini adalah tonggak modernisasi layanan kereta komuter di Indonesia.
Salam preservasi 🤜🏻🤛🏻