0819-0808-0450 humas@irps.or.id

Stasiun Bojonegoro dan Cepu seperti pinang dibelah dua. Model arsitekturnya hampir mirip. Kondisi ini cukup beralasan. Sebab, berdirinya dua stasiun ini hampir berbarengan. Benda lawas apa yang masih tersisa di sana? Kereta dari arah Surabaya tiba di Stasiun Bojonegoro. Petugas sibuk untuk menyambutnya.  Semua bersiap. Begitu juga dengan penumpang. Mereka yang akan naik kereta itu. Mereka akan berangkat ke Jakarta jika naik di kereta itu. 

Nuansa Stasiun Bojonegoro dalam beberapa tahun memang sudah banyak berubah. Meski perubahan tidak banyak tapi semua orang merasakan perubahan itu. Sisi modern sudah terlihat sekali di tempat pemberhentian  kereta api ini. 

Bangunan stasiun ini tak semua berubah total. Sebab, ada bagian-bagian tertentu yang tetap sama. Artinya, benda-benda itu adalah benda yang dibawa oleh Belanda ataupun dibangun di era Hindia Belanda. 

Stasiun ini terdiri dari bangunan utama dan overkapping. Bangunan utama terdiri ruang untuk operator. Ruang loket, tunggu, dan ruang kepala stasiun hingga ruang untuk administrasi. Sedangkan, overkapping adalah sebuah atap yang berfungsi untuk tempat memayungi saat kereta berhenti. Di Stasiun Bojonegoro, bangunan lawas masih terlihat. Mulai dari gaya pintu hingga bangunan jendela. 

Masuk di ruang Kepala Stasiun Bojonegoro Sujoko, ada jendela aneh di sana. ”Ini benda yang cukup lama di sini,” katanya. 

Bentuk jendela, ada troli, sehingga, untuk membukanya harus digeser. Ukurannya cukup besar. Kayunya pun tebal. Besi sebagai tempat jendela bergeser itu cukup kuat. 

”Ya ini yang masih tersisa heritage. Serta bangunan ini,” kata Sujoko saat ditemui di ruangannya. 

Dia mengatakan, jendela ini dulu berfungsi untuk ruang administrasi. Jendela ini bisa dibuka dan ditutup dengan cara digeser, itu pun memudahkan orang yang akan membuka jendela tak perlu mundur. 

Selain jendela lawas. Di stasiun itu juga ada sebuah depo air. Lokasinya ada di sisi barat stasiun. Bentuknya mirip pompa. Tingginya sekitar dua meter lebih. Di bawahnya terdapat kota bawah tanah berisi air. Depo air ini terbuat dari besi. ”Ini dulu fungsinya untuk mengisi air pada kereta api,” katanya. 

Benda ini adalah buatan Belanda. Saat itu untuk mengisi air kereta api uap yang beredar saat zaman itu. Menurut Sujoko, jika ibarat mobil ini untuk mengisi air radiatornya. Bentuknya yang cukup menjulang itu untuk memudahkan saat mengisikan air ke loko kereta api. 

”Jadi ya corongnya di atas,” kata dia. 

Dia menuturkan, dulu untuk melakukan komunikasi antarstasiun masih menggunakan alat komunikasi lawas. Sehingga, penggunaan dengan sandi morse. Bentuknya ketukan ataupun garis. 

”Jadi harus hafal sandi morsenya,” terang pria yang hampir dua tahun menjadi pimpinan di Stasiun Bojonegoro ini. 

Joko menegaskan, Stasiun Bojonegoro itu menghadap selatan bukan menghadap ke utara. Jadi, stasiun itu kadang memunggungi jalan raya. Sebab, keberadaan stasiun fungsinya mengawasi kereta api.  

Sementara itu, masuk di Stasiun Cepu harus terlebih dulu berkoordinasi dengan pejabat di atas. Maklum, kepala stasiunnya sedang ada rapat di Semarang. 

Sarwi, Wakil Kepala Stasiun Cepu mengungkapkan, di Cepu beberapa benda masih cukup lama. Seperti jam. Jam yang ada di dekat jalur kereta. Selain itu, benda lawas lainnya adalah bangunan yang stasiun itu sendiri. 

Jam lawas ini, kata Sarwi, memang perlu perawatan. Sebab, ini adalah peninggalan bersejarah.

Sedangkan, di Stasiun Tobo yang tersisa hanya rumah dinas kepala stasiun saja yang ada di utara jalan.  ”Ya tinggal bangunan itu saja. Stasiunnya sudah dipugar semua,” kata Sunarto, pensiunan pegawai di Stasiun Tobo itu.

(bj/nas/cho/aam/bet/JPR)

Sumber:
https://radarbojonegoro.jawapos.com/read/2018/01/27/43982/melihat-sisa-sisa-benda-lawas-di-stasiun-bojonegoro-cepu