0819-0808-0450 humas@irps.or.id
krl commuter line maja

KRL seri 8500 rangkaian 8618F di Stasiun Maja, 2013

Stasiun Maja merupakan salah satu stasiun pada jalur KA Tanah Abang-Merak yang pernah menjadi titik terujung dari elektrifikasi listrik aliran atas (LAA). Layanan KRL Commuter Line relasi Tanah Abang-Maja dibuka pada 17 April 2013, hingga akhirnya kembali diperpanjang menuju Rangkasbitung pada 1 April 2017.

Stasiun Maja sendiri terletak di KM 62+546 lintas Angke-Merak dan tergolong ke dalam stasiun kecil yang kini hanya terdiri dari dua jalur utama dan sebuah jalur buntu yang berakhir di bibir waduk sehingga tidak muat untuk rangkaian KRL yang memiliki panjang lebih dari 8 kereta.

Stasiun Maja dalam sudut lebih lebar

Dalam tulisan ini dipaparkan dokumentasi perjalanan oleh Koordinator IRPS Wilayah Jakarta, Andi Ardiansyah pada Mei 2013 saat mengikuti dinasan KRL reguler relasi Tanah Abang-Maja PP. Pada saat itu, dokumentasi dilakukan pada perjalanan KRL yang menggunakan armada KRL seri 8500 eks Tokyu Railway (Tokyo Kyuuko Dentetsu, 東京急行電気鉄道) dengan nomor rangkaian 8618F. Kesempatan yang cukup langka karena KRL seri 8500 dan juga seri 8000 biasanya tidak akan diizinkan beroperasi di jalur tersebut karena konsumsi listrik yang besar, sedangkan kapasitas gardu traksi di lintas tersebut pada saat itu masih terbatas.

Meliuk di sekitar Jembatan Cimatuk, Cilejit

Rangkaian 8618F sendiri merupakan salah satu dari 8 rangkaian KRL seri 8500 yang pernah didatangkan ke Indonesia baik oleh KAI maupun KAI Commuter yang pada saat itu masih bernama KAI Commuter Jabodetabek. Rangkaian ini mulai beroperasi di Jalur Den-en-toshi antara Stasiun Shibuya dan Stasiun Chuo-Rinkan pada tahun 1975, dan didatangkan ke Indonesia pada tahun 2008.

Saat ini, rangkaian 8618F merupakan rangkaian KRL seri 8500 satu-satunya yang masih beroperasi di mana rangkaian lainnya sudah dipensiunkan antara 2012-2024. Rangkaian ini rencananya akan dipersiapkan khusus untuk perayaan 100 tahun operasional KRL di Indonesia yang akan jatuh pada April 2025 mendatang.

Berhenti menghalangi perlintasan di Stasiun Tenjo

Perjalanan berangkat maupun perjalanan pulang dilakukan di dalam kabin masinis dan dikenal dengan istilah “cabriding”, agar mendapatkan pandangan yang lebih leluasa. Kala itu, kegiatan cabriding KA masih bisa dilakukan oleh penumpang karena peraturan yang masih lebih longgar dari sekarang.

Saat itu, pengembangan kawasan pada saat itu juga masih minim sehingga pemandangan selepas Serpong menuju Maja masih terasa seperti akan pulang kampung ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bagi pecinta kereta api asal Jepang, pemandangan unik ini disebut sebagai “tabrakan budaya”, apalagi pada saat itu KRL eks Jepang yang beroperasi di Indonesia mayoritasnya merupakan KRL perkotaan yang beroperasi di jalur bawah tanah dengan pintu darurat pada kabin masinis, yang hampir tak beroperasi di pinggiran kota. KRL seri 205, yang di Jepang beroperasi menjangkau daerah pinggir kota, masih dalam proses didatangkan dari Jepang dan baru tiba pada akhir 2013.

Rangkaian 8618F dimundurkan agar tidak menghalangi perlintasan, sebuah keuntungan karena panjang emplasemen Stasiun Tenjo

Terlebih pada saat memasuki Stasiun Cilejit dari arah Parung Panjang, di mana KRL berjalan lambat melalui tikungan tajam dengan sebuah jembatan tinggi yang menyeberangi Sungai Cimatuk. Sementara Stasiun Daru, satu stasiun setelah Cilejit arah Maja, sudah dimodernisasi pada saat operasional KRL dimulai dengan peron tinggi. Stasiun Tenjo pada saat itu masih merupakan stasiun klasik dengan peron rendah, sesuatu yang masih bertahan hingga kini karena keterbatasan akibat keberadaan perlintasan di emplasemen yang kini sedang dibangun jalan layang di atasnya. Sementara Cikoya masih berupa halte tanpa peron sama sekali, layaknya Cicayur sebelum jalur ganda.

Meskipun elektrifikasi dan layanan KRL menuju Maja telah dibuka pada 2013, namun jalur ganda pada segmen Parung Panjang-Maja baru dapat dioperasikan dua tahun setelahnya, yakni pada 17 Desember 2015. Saat era jalur tunggal, sensasi menaiki KRL pada petak jalan ini pun tak ubahnya seperti menaiki KA lokal. KRL harus melakukan persilangan dengan KA yang datang dari arah berlawanan di beberapa stasiun, dan tak jarang akan menyita waktu yang cukup lama hingga akhirnya diizinkan berangkat kembali.

Salam preservasi 🤜🏻🤛🏻

Loading