0819-0808-0450 humas@irps.or.id

Pada paruh kedua abad ke-19, pemerintahan kolonial Belanda gencar melakukan pembukaan jalur-jalur kereta api baru di pulau Jawa salah satunya di tanah Pasundan.

Upaya pemerintah kolonial membuka jalur kereta api ke wilayah pedalaman Jawa Barat dimaksudkan untuk mempermudah mengangkut hasil bumi seperti tebu, karet, kina, teh maupun kopi.

Nantinya hasil bumi tersebut akan dikirimkan ke ibu kota koloni, Batavia (sekarang Jakarta), yang sudah terhubung dengan jalur kereta api di Buitenzorg (Bogor) sejak 31 Januari 1873.

Selain untuk segi ekonomi, adanya jalur kereta juga digunakan untuk keperluan militer dan mensejahterahkan masyarakat di daerah yang masih terisolir.

Perusahaan kereta api negara, Staatsspoorwegen (SS), akhirnya memulai pembangunan jalur yang terbagi menjadi tiga tahap, yaitu:

> Buitenzorg – Cicurug, 27 kilometer (pembukaan jalur 5 Oktober 1881)
> Cicurug – Sukabumi, 31 kilometer (21 Maret 1882)
> Sukabumi – Cianjur, 39 kilometer (10 Mei 1883)

Bersamaan dengan jalur KA Sukabumi – Cianjur, diresmikan juga Stasiun Cianjur yang memulai pembangunan setahun sebelumnya.

Relasi Sukabumi – Cianjur dikenal dengan jalurnya yang meliuk-liuk di daerah perbukitan.

Tak hanya itu, sebuah terowongan dengan panjang 686 meter bernama Terowongan Lampegan yang selesai dibangun pada 1882 juga cukup dikenal di daerah tersebut.
Pembangunan jalur KA tak berhenti sampai Cicurug, karena pada tahun-tahun berikutnya pemerintah membuka jalur lagi sampai Bandung dan Cicalengka.

Seiring masifnya pembangunan jalur KA di Jawa Tengah, jalur rel KA Buitenzorg dan Sukabumi akhirnya tersambung dengan jalur Cilacap – Yogyakarta pada 1894.

Jalur KA Sukabumi – Cianjur sempat mengalami mati suri. Pada 8 Februari 2014, pelayanan dibuka kembali menggunakan Kereta Api Siliwangi.

Sumber: goodnewsfromindonesia.id