0819-0808-0450 humas@irps.or.id
krl inka

KRL seri CLI-225 rangkaian 1001F disambut meriah saat tiba di jalur 3 Stasiun Jakarta Kota (Muhammad Pascal Fajrin/IRPS Jakarta)

Pada 22 April 2025, Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmodjo menyampaikan “Setelah 100 tahun, akhirnya kita pakai kereta (KRL) buatan dalam negeri”, merujuk pada KRL seri CLI-225 buatan INKA tahun 2025, pada sambutannya di acara puncak peringatan 100 tahun operasional kereta listrik yang berlangsung di Stasiun Jakarta Kota. Pernyataan ini menimbulkan macam-macam interpretasi dari setiap khalayak yang mendengar maupun membacanya. Sebagian besar khalayak menganggap bahwa adanya ketidaktahuan kalau KRL seri CLI-225 bukanlah merupakan KRL pertama yang diproduksi oleh INKA.

Mengikuti interpretasi mayoritas tentang pernyataan tersebut, faktanya sudah jelas bahwa INKA sudah sering memproduksi KRL sejak puluhan tahun sebelumnya. Bahkan, produksi rangkaian KRL setidaknya sudah dilakukan oleh INKA sejak tahun 1987. Seperti apa fakta sebenarnya tentang produksi KRL yang dilakukan oleh INKA?

Berdirinya INKA yang Ternyata Dibidani Jepang

Foto udara pabrik INKA di Madiun (Dok. INKA)

Sebelum membahas tentang produksi KRL oleh INKA, tentu penting untuk menyegarkan ingatan tentang bagaimana INKA berdiri. Secara umum, 29 Agustus 1981 diperingati sebagai hari berdirinya INKA di mana pada saat itu Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) mengalihkan pengelolaan Balai Yasa Madiun, sebuah bengkel lokomotif uap peninggalan Staatsspoorwegen, kepada INKA sebagai fasilitas produksi sarana perkeretaapian.

Tapi, proses menuju INKA berdiri ternyata tidak sesederhana Pemerintah Indonesia ingin melakukan industrialisasi dan mendirikan berbagai pabrik perakitan kendaraan baik otomotif, kereta api, pesawat, maupun kapal laut di dalam negeri, di mana pada saat itu BJ Habibie menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi. Menurut sebuah tulisan di portal berita Toyo Keizai asal Jepang, ternyata terdapat keterlibatan pihak Jepang dalam proses menuju INKA berdiri.

Artikel tersebut menulis bahwa di tahun 1979, Sumitomo Corporation, sebuah perusahaan Jepang, sedang bersaing dengan perusahaan dari Rumania dan Korea Selatan untuk pengadaan 400 unit gerbong barang oleh PJKA. Saat itu Sumitomo khawatir harga yang mereka tawarkan tak kompetitif, sehingga Sumitomo dan Pemerintah Jepang melobi Pemerintah Indonesia untuk melakukan produksi dalam negeri. Senang dengan “produksi dalam negeri”, Pemerintah Indonesia pun menerima proposal tersebut dan proses menuju berdirinya INKA dimulai.

Sebelum INKA benar-benar berdiri, Balai Yasa Madiun pun mulai mengurangi perawatan lokomotif uap dan mulai merakit gerbong barang hingga INKA berdiri di tahun 1981. Walaupun secara umum keterlibatan Jepang dalam berdirinya INKA ini tak pernah ditulis di media nasional, namun perihal pengadaan 400 gerbong barang ini pernah ditulis dalam Harian Suara Karya terbitan 20 Oktober 1987.

Ilustrasi KA batubara (Muhammad Pascal Fajrin/IRPS Jakarta)

Suara Karya menulis 400 gerbong barang ini terdiri dari gerbong batu bara dan gerbong minyak kelapa sawit yang selesai diproduksi oleh INKA pada tahun 1982 dan 1983. Menurut Toyo Keizai, pembuatan gerbong barang ini diasistensi oleh Sumitomo Corporation dan Nippon Sharyo, di mana INKA dan kedua perusahaan ini kemudian mendirikan perusahaan baru yaitu REKA di kemudian hari. Selain itu, sebuah purwarupa kereta penumpang juga diproduksi di tahun yang sama. Di tahun 1984, INKA selesai memproduksi 300 gerbong barang dan 60 kereta penumpang kelas bisnis dan ekonomi beserta kereta makan.

INKA Mulai Produksi Rangkaian KRL

KRL Rheostatik berbahan baja tahan karat

Di tahun 1986, pesanan KRL Rheostatik dari Jepang sebanyak 20 unit tiba dari Jepang dengan material badan kereta yang berubah dari baja biasa menjadi baja tahan karat. Dalam kontrak pengadaan KRL Rheostatik baja tahan karat tersebut juga dimasukkan klausul perakitan di dalam negeri. Sehingga pada 1987, beberapa unit dari 20 unit KRL Rheostatik diimpor secara knockdown untuk kemudian dirakit di INKA. Ada pula sumber yang menulis jika keseluruhan 20 unit KRL Rheostatik tersebut dirakit di INKA.

Berapapun jumlah KRL Rheostatik yang dirakit INKA di tahun 1987 telah menjadikan KRL tersebut sebagai KRL pertama yang dibuat atau dirakit oleh INKA sebagai karoseri sarana perkeretaapian. Dengan perakitan KRL Rheostatik di INKA, tentu saja menjadikan KRL tersebut memiliki komponen yang dibuat di dalam negeri juga, walaupun secara garis besar KRL tersebut berteknologi Jepang.

KRL ABB-Hyundai yang konon pernah beroperasi di Lin Tanjung Priok (Adam Faridl Al-Fath/IRPS Jakarta)

KRL BN-Holec tujuan Bogor (Muhammad Pascal Fajrin/IRPS Jakarta)

Produksi KRL INKA juga tak berhenti di situ saja. Di tahun 1992, INKA merakit 4 unit KRL bekerjasama dengan Asea Brown Boveri (ABB) dan Hyundai Precision & Industries Corporation dengan pendanaan dari Jepang, di mana 4 unit lainnya diproduksi di Korea Selatan. Mulai tahun 1994 hingga 2001, INKA merakit KRL bekerjasama dengan La Brugeois et Nivelles (BN) dan Holec Ridderkerk sebanyak 128 unit. KRL yang dikenal dengan nama BN-Holec ini memiliki julukan “Si Jago Mogok” karena sering mengalami gangguan teknis, dan sekaligus menghentikan kelanjutan dari KRL ABB-Hyundai.

KRL Hitachi (Adam Faridl Al-Fath/IRPS Jakarta)

Kereta Rel Listrik Indonesia (Martin Alexius/Wikimedia Commons – CC-BY-SA)

Di tahun 1997, INKA kembali bekerjasama dengan Jepang merakit KRL berbasis KRL seri 205 milik East Japan Railway Company (JR East) dengan propulsi buatan Hitachi. KRL ini termasuk cukup sukses dan minim gangguan. Sayangnya, ketika kerjasama Jepang berlanjut di tahun 2001 saat INKA merakit KRL berpendingin udara yang diberi nama “Kereta Rel Listrik Indonesia” (KRLI), produk ini justru malah sering mengalami gangguan layaknya KRL BN-Holec yang bekerjasama dengan Eropa.

Produksi KRL Berlanjut di Dekade 2010an

100 tahun kereta listrik

KRL seri i9000 kini menjadi pemain utama Lin Yogyakarta (Muhammad Pascal Fajrin/IRPS Jakarta)

Lama tak ada pesanan KRL, di tahun 2011 INKA merakit KRL seri i9000 pesanan Kementerian Perhubungan dengan pendanaan dari Jerman dan propulsi dari Bombardier Transportation. KRL ini awalnya diproyeksikan untuk beroperasi di Jabodetabek, namun spesifikasi KRL ini sedikit ketinggalan zaman karena masih menggunakan spesifikasi klasik 3 pasang pintu per sisi serta 4 kereta per rangkaian. Padahal, KRL eks Jepang yang beroperasi di Jakarta pada saat itu sudah menggunakan spesifikasi 4 pasang pintu per sisi dan 6-8 kereta per rangkaian.

KRL seri i9000 sendiri juga awalnya cukup sering mengalami gangguan teknis, sehingga operasionalnya dibatasi hanya di Lin Tangerang. Bahkan sejak 2015 dibatasi hanya di Lin Tanjung Priok, sebelum satu per satu rangkaian KRL ini mangkrak dan dikembalikan ke INKA mulai tahun 2020 untuk rehabilitasi sebagai persiapan operasional di Lin Yogyakarta. Saat ini KRL seri i9000 menjadi satu-satunya KRL yang beroperasi di Lin Yogyakarta.

KRL seri EA203 (Andi Ardiansyah/IRPS Jakarta)

INKA kemudian juga merakit rangkaian light rail vehicle (LRV) untuk LRT Palembang serta KRL seri EA203 untuk kereta bandara Soekarno-Hatta pada 2017-2018. Sejak 2019, INKA juga merakit rangkaian LRV untuk LRT Jabodebek. Menjadi sarana perkeretaapian pertama buatan INKA yang menggunakan teknologi driverless, LRV untuk LRT Jabodebek ini juga awalnya dikenal sering mengalami gangguan sebelum akhirnya bisa beroperasi dengan lebih stabil pada saat ini.

Butuh waktu yang cukup panjang sejak 1987 sampai produksi KRL oleh INKA tiba di KRL seri CLI-225 di tahun 2025 ini, yang oleh INKA diberi nama iE305. Proses menuju KRL seri CLI-225 sendiri juga cukup panjang, di mana pembicaraan setidaknya sudah dimulai sejak 2019. Kala itu, KRL ini akan memakai desain KRL seri EA203, kemudian desainnya diambilalih oleh Stadler AG dari Swiss di tahun 2020, dan kemudian desainnya diambilalih lagi oleh J-TREC dari Jepang di tahun 2024. Setelah menggunakan desain dari J-TREC, KRL ini menjadi KRL berteknologi Jepang lainnya yang dirakit oleh INKA, dengan Toyo Denki dan Nabtesco sebagai rekan utama yang menyuplai komponen untuk KRL ini.

Salam preservasi 🤜🏻🤛🏻