0819-0808-0450 humas@irps.or.id
jalur citayam-nambo

Stasiun Nambo, ujung dari jalur cabang Citayam-Nambo, di tahun 2011 (Andi Ardiansyah/IRPS Jakarta)

Jalur Citayam-Nambo adalah sebuah jalur cabang yang dibangun di jalur KA Jakarta-Bogor. Jalur ini merupakan pembangunan tahap pertama dari megaproyek jalur KA lingkar luar Jakarta yang mencuat di tahun 1980an. Jalur sepanjang 14,009 km ini kini melayani perjalanan KRL Commuter Line dan juga beberapa perjalanan KA barang, di antaranya KA batubara, KA semen, dan KA petikemas yang mengangkut limbah.

Walaupun termasuk jalur baru, tapi sejarah jalur ini ternyata cukup panjang. Keberadaan rencana pembangunan jalur yang berada di dalam wilayah administratif Kabupaten Bogor dan Kota Depok ini ternyata dapat ditarik lebih jauh sampai pada awal tahun 1975. Rencana pembangunannya juga sempat mengalami asam garam, menghadapi keadaan keuangan maupun krisis finansial yang menerpa Asia.

Berawal dari Keberadaan Pabrik Semen

Stasiun Cibinong, kini menjadi stasiun paling ramai di jalur cabang ini (Andi Ardiansyah/IRPS Jakarta)

17 Januari 1975, Humas PJKA Eksploitasi Barat mengajukan proposal pembangunan jalur KA menuju Cibinong karena munculnya dua pabrik semen milik Semen Cibinong, yang kini menjadi Solusi Bangun Indonesia dengan merk dagang Dynamix, serta Indocement. Saat itu, Humas yang sedang menaiki KA Parahyangan mengusulkan dua alternatif pembangunan jalur KA, yaitu membangun cabang dari Citayam yang lebih dekat dengan Cibinong, dan dari Bekasi.

Dua alternatif usulan ini memiliki tantangan yang berbeda untuk pembangunannya. Bila membangun jalur cabang dari Citayam, jarak tempuh lebih dekat namun harus membangun beberapa jembatan. Ini tentu disebabkan oleh keberadaan Sungai Ciliwung, Sungai Cikeas, dan Sungai Cileungsi di sepanjang rencana jalur KA. Selain itu, rencana jalur KA juga harus melewati rencana Tol Jagorawi yang saat itu masih dalam proses pembangunan, di mana tol ini beroperasi mulai 1978.

Sementara bila membangun jalur cabang dari Bekasi, selain jaraknya yang lebih jauh, trase juga akan melewati banyak sekali wilayah rawa. Wilayah rawa dikenal memiliki keadaan tanah yang tidak stabil, sehingga mengharuskan pemadatan tanah sebelum adanya pembangunan jalur KA.

Papan jadwal KA di Stasiun Cibinong (Andi Ardiansyah/IRPS Jakarta)

PJKA akhirnya memutuskan untuk membangun jalur KA dari Citayam, walaupun belum dapat diwujudkan karena keuangan perusahaan. Di tahun 1985, muncul kembali rencana melanjutkan jalur KA Citayam-Cibinong menuju Cakung untuk disambung ke Tanjung Priok. Setali tiga uang dengan pembangunan jalur KA Citayam-Cibinong, rencana ini menguap begitu saja.

Walau belum adanya jalur KA, tapi PJKA sudah mengoperasikan KA angkutan batubara dari Stasiun Cigading ke Stasiun Bekasi. Batubara dari Sumatra dan Kalimantan yang dibongkar di Pelabuhan Cigading dibawa menggunakan KA dari Stasiun Cigading ke Bekasi. Selanjutnya, batubara akan dipindahkan ke truk trailer yang membawa batubara ke pabrik milik Semen Cibinong melalui jalan tol.

Jadi Bagian Megaproyek KA Lingkar Luar Jakarta

Perhentian Gunung Putri, tampak lahan sudah dipersiapkan untuk jalur ganda (Andi Ardiansyah/IRPS Jakarta)

Tak lama setelah rencana perpanjangan jalur KA Citayam-Cibinong ke Cakung mencuat, muncul studi kelayakan yang dilakukan oleh Departemen Perhubungan bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk membangun jalur KA lingkar luar Jakarta. Konsep JICA untuk jalur lingkar luar ini mengikuti Jalur Musashino milik East Japan Railway Company. Bila Jalur Musashino membuat KA barang tak lagi melintasi pusat Kota Tokyo, maka jalur KA lingkar luar Jakarta membuat KA barang dari barat maupun timur tak lagi melintasi pusat Kota Jakarta.

Dalam konsep JICA, jalur KA lingkar luar Jakarta akan dibangun dari Stasiun Parungpanjang menuju Stasiun Citayam, kemudian dari Stasiun Citayam menuju Stasiun Cikarang, dan dari Stasiun Cikarang menuju Stasiun Tanjung Priok. Konsep ini juga akan membangun Stasiun Nambo sebagai hub untuk angkutan batubara ke pabrik semen di sekitarnya. Dengan demikian, operasional KA batubara bisa langsung berbelok kanan di Stasiun Parungpanjang menuju Stasiun Nambo dan mempersingkat waktu tempuh.

Pembangunan Jalur KA Citayam-Nambo dengan Dana Inggris

Mirip terowongan, tapi bukan, salah satu keunikan di jalur cabang Citayam-Nambo ini masih dapat mengakomodasi listrik aliran atas (Andi Ardiansyah/IRPS Jakarta)

Meskipun studi kelayakan dilakukan oleh JICA, namun pembangunan jalur KA jalur tunggal Citayam-Nambo sebagai tahap pertama jalur KA lingkar luar Jakarta sebagian dana pembangunannya melalui pinjaman dari Inggris, yang juga menyediakan jasa konsultan pembangunan. Harian Berita Yudha edisi 4 Januari 1994 menulis bahwa pembangunan jalur KA Citayam-Nambo dengan tekanan gandar 18 ton diharapkan pemerintah selesai pada tahun 1996. Dengan demikian, pembangunan setidaknya telah dilakukan sejak tahun 1992 atau 1993. Selain itu, pemerintah juga merehabilitasi jalur antara Cigading-Serpong sehingga mengakomodasi tekanan gandar hingga 25 ton.

Di antara Citayam dan Nambo, dibangunlah dua perhentian yaitu Pondok Rajeg dan Gunung Putri, serta satu stasiun yaitu Stasiun Cibinong. Stasiun Cibinong memiliki dua jalur KA untuk persilangan, sedangkan Pondok Rajeg dan Gunung Putri sebagai perhentian tidak memiliki jalur belok. Stasiun Nambo sendiri memiliki 6 jalur karena sekaligus menjadi terminal angkutan barang. Kedua perhentian memiliki bentuk bangunan yang identik dengan peron yang pendek, begitu pula dengan kedua stasiun juga memiliki bentuk bangunan yang identik dengan peron yang lebih panjang. Walaupun dibangun jalur tunggal, tapi lahan sudah disiapkan untuk jalur ganda.

Emplasemen Stasiun Nambo, tampak jalur 5 dan 6 memiliki fasilitas untuk bongkar muat barang (Andi Ardiansyah/IRPS Jakarta)

Rencana pembangunan jalur KA Parungpanjang-Citayam menjadi tahap kedua dari megaproyek tersebut. Sebagaimana jalur KA Citayam-Nambo, jalur KA Parungpanjang-Citayam juga akan menggunakan tekanan gandar 18 ton. Dana pinjaman dari Inggris juga digunakan untuk pembelian gerbong-gerbong barang yang nantinya akan digunakan untuk pengangkutan batubara. Di awal 1994, kapasitas angkut KA batubara dari Cigading adalah 2.652 ton setiap hari atau 79.560 ton setiap bulan dengan rincian terdapat 7 KA batubara yang menghela 17 gerbong berisi 26 ton batubara. Di masa itu, KA batubara dihela lokomotif BB304.

Rencana tahap selanjutnya dari jalur KA lingkar luar Jakarta ini adalah menyambungkan jalur KA dari Nambo ke Cikarang dan Tanjung Priok, melewati rencana Kota Mandiri Jonggol yang saat itu dicanangkan untuk dibuka mengawali abad ke-21. Kota Mandiri Jonggol sendiri merupakan rencana pengembangan kawasan Jonggol sebagai kandidat ibu kota negara yang baru. Rencana ini tertuang pada Keppres nomor 1 tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol Sebagai Kota Mandiri.

Terhenti Karena Krisis Finansial Asia

Emplasemen Stasiun Nambo (Andi Ardiansyah/IRPS Jakarta)

Sayangnya, pada Juli 1997, bibit krisis finansial terjadi di Thailand, yang langsung merambah ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia, dan menjadi krisis finansial Asia. Indonesia, Thailand, dan Korea Selatan menjadi tiga negara yang paling terdampak dari krisis finansial ini. Akibatnya, sebagaimana terhentinya pembangunan Kota Mandiri Jonggol, pembangunan jalur KA lingkar luar Jakarta terhenti hanya di ruas jalur cabang Citayam-Nambo saja, dan belum pernah berlanjut hingga kini. Selain itu, KA batubara pun tetap tak beroperasi ke Stasiun Nambo, karena anggapan jalur KA Manggarai-Bogor sudah penuh dengan lalu lintas KRL.

Agar jalur ini tetap memiliki manfaat, kemudian Perumka mengoperasikan layanan kereta komuter rute Tanah Abang-Nambo PP menggunakan 2 unit KRD. Sayangnya, tahun 2006 layanan KRD ini berhenti, sehingga jalur kemudian nonaktif. Setidaknya, jalur ini tak dilewati kereta sama sekali selama 7 tahun setelahnya. Hingga ketika KRL ekonomi berhenti beroperasi di tahun 2013, beberapa rangkaian KRL ekonomi ditarik ke Stasiun Nambo sebagai penampungan sementara.

Beroperasi Kembali dan Elektrifikasi

Stasiun Nambo terletak di ketinggian 114 meter di atas permukaan laut, turun 6 meter dari Stasiun Citayam (Andi Ardiansyah/IRPS Jakarta)

Masih di tahun 2013, KAI mulai mengangkut semen produksi Indocement dari Stasiun Nambo ke Stasiun Kalimas, yang kemudian bertambah rutenya ke Stasiun Brambanan di pinggir Yogyakarta, dan bahkan Stasiun Ketapang, saat itu masih bernama Banyuwangi Baru. Uji coba KA angkutan semen juga pernah dilakukan ke Stasiun Gedebage di Bandung.

Sepanjang tahun 2014-2015, elektrifikasi pada jalur ini mulai dilakukan. 1 April 2015, KRL Commuter Line resmi beroperasi ke Stasiun Nambo, awalnya hanya direncanakan sebagai lokasi stabling KRL. Pada saat awal pengoperasian, hanya Stasiun Cibinong dan Stasiun Nambo yang beroperasi melayani penumpang. Sementara Pondok Rajeg dan Gunung Putri dibiarkan nonaktif.

KA angkutan batubara sendiri baru dialihkan ke Stasiun Nambo mulai 11 Juli 2016. Sayangnya, pada awal 2025 lalu KA ini sempat tak beroperasi. KA angkutan semen sendiri tinggal melayani rute ke Stasiun Brambanan, dan kadang-kadang hanya sampai Stasiun Semarang Poncol. Sementara perjalanan KRL menuju Nambo semakin banyak. Pada tahun 2022, Stasiun Pondok Rajeg menjalani revitalisasi yang selesai pada tahun 2023, dan beroperasi kembali mulai 19 Oktober 2024.

Salam preservasi 🤜🏻🤛🏻