Liputan6.com, Jakarta – Stasiun di Bondowoso, Jawa Timur berubah fungsi menjadi museum kereta api. Stasiun kereta di Jalan Imam Bonjol, Kelurahan Kademangan, Kecamatan Kota Bondowoso, itu pernah menjadi saksi sejarah pengangkutan 100 pejuang yang menjadi tawanan penjajah Belanda. Peristiwa pengangkutan itu dikenal sebagai peristiwa gerbong maut.
,
Manajer Humas PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi 9 (Daop) Jember Lukman Arif mengatakan, Museum Kereta Api Bondowoso akan diresmikan pada hari ini, Rabu (17/8/2016), usai upacara peringatan HUT ke-71 RI.
Ia menjelaskan, stasiun di Bondowoso memang jalur mati dan tidak dilewati kereta api lagi. “Keberadaan museum kereta api di Bondowoso, nantinya akan menjadi destinasi wisata baru dan menambah daya tarik wisata edukasi dan rekreasi,” ujar Lukman, seperti dikutip dari Antara.
Ia menambahkan, museum kereta api Bondowoso akan menjadi yang pertama dan satu-satunya museum khusus kereta api di Provinsi Jawa Timur yang memamerkan beragam koleksi terkait sejarah perkeretaapian.
Koleksinya, antara lain peralatan persinyalan dan telekomunikasi, tiket kereta jaman dahulu (edmonson), miniatur lokomotif uap, dan berbagai alat kerja di Stasiun Bondowoso pada masa lalu.
“PT KAI juga bekerja sama dengan Persatuan Veteran RI di Bondowoso untuk menghibahkan barang-barang yang berkaitan dengan perjuangan Kemerdekaan RI, seperti seragam, topi, foto, dan yang lainnya untuk menambah koleksi,” ujar Lukman.
Lukman mengatakan, pembukaan museum kereta api merupakan tahap awal dari berbagai rencana pengembangan perkeretaapian di Bondowoso, yang antara lain meliputi pengoperasian lori wisata dari Stasiun Bondowoso ke Stasiun Tamanan. Dan pengaktifan kembali jalur kereta Panarukan Situbondo ke Kalisat yang melewati Stasiun Bondowoso.
Pada 23 November 1947, meski Indonesia sudah merdeka, Belanda tetap belum hengkang dari Nusantara. Penjajah melakukan penangkapan besar-besaran terhadap Tentara Republik Indonesia (TRI), laskar, gerakan bawah tanah, dan orang-orang tanpa menghiraukan mereka berperan atau tidak dalam kegiatan perjuangan.
Hal itu mengakibatkan Penjara Bondowoso penuh dan tak mampu lagi menampung para tahanan. Belanda pun memindahkan sekitar 100 orang tahanan yang dianggapnya memiliki pelanggaran berat, dari penjara Bondowoso ke penjara Surabaya.
Pemindahan tahanan dilakukan dengan menggunakan kereta api. Setiap 1 gerbong diisi sekitar 30 orang. Gerbong pertama GR5769 dan gerbong kedua GR4416 masih memiliki lubang ventilasi udara meskipun sangat kecil, namun gerbong ketiga GR10152 tidak sama sekali — meski baru dibuat.
Belanda sangat menutup rapat gerbong-gerbong kereta. Hal itu dikarenakan sedang marak gerilyawan RI, apabila ada orang-orang yang ketahuan membawa para pejuang RI, pasti akan langsung dihabisi.
Selama perjalanan ke Bondowoso dari Surabaya yang memakan waktu belasan jam, ketiga gerbong kereta hanya dibuka sesekali. Itu pun hanya sebentar. Para tahanan juga tak diberi makanan dan minuman selama perjalanan. Oleh karenanya, para tahanan mati lemas satu per satu.
Sesampainya di Bondowoso, sebanyak 46 pejuang tewas karena mati lemas tak mendapatkan makanan dan minuman, kepanasan, serta udara yang cukup. Sedangkan sisanya selamat, meski dalam keadaan lemas dan lunglai.
Para tahanan yang selamat pun disuruh paksa untuk mengangkut mereka yang tewas. Mereka harus berhati-hati karena bisa saja kulit tahanan yang tewas terkelupas, akibat kepanasan dan terpanggang dalam gerbong baja kereta api.
Sumber:
https://www.liputan6.com/regional/read/2578806/museum-saksi-kisah-gerbong-maut-bondowoso