Kota Cirebon sebagai salah satu kota pelabuhan penting di masanya tidaklah lepas dari pembangunan infrastruktur penunjang pergerakan masyarakat. Salah satunya pembangunan jalur kereta api. Sejarah mencatat dua perusahaan kereta api membangun jalurnya melewati kota berjuluk Kota Udang ini, dan membangun dua stasiun utama di Kota Cirebon.
Dua perusahaan tersebut membangun dua stasiun yang berbeda. Perusahaan pertama adalah perusahaan trem uap swasta Samarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij, membangun Stasiun Prujakan yang beroperasi sejak 1 Mei 1897. Perusahaan kedua adalah perusahaan negara kolonial Staatsspoorwegen, membangun Stasiun Kejaksan yang beroperasi sejak 3 Juni 1912, atau hampir dua bulan sejak tragedi kapal Titanic di Atlantik.
Dengan demikian Stasiun Kejaksan bukanlah stasiun pertama yang beroperasi di Cirebon, karena sudah ada Stasiun Prujakan yang beroperasi sejak 15 tahun sebelumnya. Selain itu pernah ada pula Halte Kejaksan SCS di dekat Stasiun Kejaksan yang ada saat ini. Namun Stasiun Kejaksan kemudian menjadi stasiun dengan kelas yang lebih tinggi dari Stasiun Prujakan, mungkin karena stasiun ini sedari awal adalah stasiun untuk kereta api berat dan bukan stasiun trem.
Stasiun Kejaksan beserta jalur KA Cikampek-Cirebon sendiri dibangun oleh Staatsspoorwegen untuk mempersingkat waktu tempuh KA dari Batavia menuju Surabaya. Sebelumnya, perusahaan ini membangun jalur KA Jakarta-Surabaya via Bogor-Sukabumi-Bandung yang kemudian berlanjut ke Yogyakarta dan Surabaya dengan pembukaan secara bertahap mulai 1881 hingga 1894 untuk segmen Bogor-Kasugihan, dan mulai 1878 hingga 1887 untuk segmen Kasugihan-Surabaya dengan beberapa perubahan alinyemen jalur di sekitar Surabaya hingga 1898.
Kemudian, jalur KA masih belum melewati Kota Cirebon saat percobaan besar pertama Staatsspoorwegen mempersingkat waktu tempuh perjalanan KA Jakarta-Surabaya. Staatssporwegen terlebih dahulu menyambungkan Jakarta-Karawang pada tahun 1887, kemudian Karawang-Purwakarta pada tahun 1902. Jalur KA baru dibuka sampai Padalarang pada tahun 1906 setelah membangun satu terowongan dan ratusan jembatan. Tersambungnya Jakarta-Bandung via Cikampek ini mengalihkan perjalanan KA Jakarta-Surabaya dari Stasiun Bogor dan mempersingkat sedikit waktu tempuh.
Barulah karena medan di Priangan Timur yang masih cukup berat dan jalurnya berkelak-kelok, Staatsspoorwegen mencari rute yang lebih ideal, lebih pendek, dan kecepatan KA bisa lebih tinggi. 3 Juni 1912, jalur KA Cikampek-Cirebon resmi beroperasi. Dari Cirebon, jalur ini disambung ke Purwokerto dan Kroya dengan pembukaan secara bertahap mulai 1915 hingga 1917.
Desain awal jalur KA Cikampek-Cirebon pun berbeda dengan jalur terbangun yang cenderung lurus, yang pada saat ini dapat dipacu hingga 120 km/jam. Dulu, wacananya jalur ini akan sedikit berkelok melewati Kota Subang dan Kuningan. Namun mungkin karena potensi waktu tempuh ideal yang tidak akan tergapai, Staatsspoorwegen pun mengorbankan jalur KA tidak melewati kedua kota besar tersebut dan mengalihkannya lewat daerah yang cenderung lebih sepi namun bisa dibangun jalur lurus yang sangat panjang.
Stasiun Kejaksan sendiri awalnya terpisah dengan Stasiun Prujakan. Tidak ada jalur KA yang menyambung kedua stasiun. Di tahun 1914, barulah jalur penghubung antara Kejaksan-Prujakan beroperasi. Itupun sampai tahun 2011, jalur KA Cirebon-Kroya berada di luar emplasemen Stasiun Prujakan.
Dengan kebijakan KAI di mana Stasiun Kejaksan adalah stasiun layanan KA eksekutif dan bisnis sedangkan Stasiun Prujakan adalah stasiun layanan KA ekonomi, KA-KA ekonomi tujuan Purwokerto, Yogyakarta, Solo, dan Surabaya harus berhenti di Stasiun Kejaksan. Pada pembangunan jalur ganda Cirebon-Surabaya via Semarang, jalur Cirebon-Kroya digeser masuk ke emplasemen Stasiun Prujakan dan dibuatkan 4 jalur berperon, sehingga sejak 2011 layanan KA ekonomi seluruhnya dapat dipindahkan ke Stasiun Prujakan.
Stasiun Kejaksan sendiri juga dilengkapi dengan depo sarana yang dibangun bersamaan dengan pembangunan stasiun. Di era traksi uap, Depo Cirebon paling dikenal pernah memiliki lokomotif uap kelas B13, dengan satu unit tersisa kini dipajang di pelataran stasiun yaitu B1304. Namun lokomotif uap kelas B50 yang di akhir era traksi uap lebih banyak beroperasi di jalur KA Madiun-Slahung justru pernah terdokumentasi berada di stasiun ini di era kolonial.
Memasuki era traksi diesel, Depo Cirebon juga menjadi wilayah pertahanan terakhir lokomotif CC200, lokomotif diesel pertama di Indonesia. Sampai sebelum 2001, Depo Cirebon tercatat pernah mengoleksi CC20008, CC20009, CC20015, dan CC20027. CC20027 kemudian dibesituakan di Yogyakarta, sehingga tersisa 3 lokomotif saja. CC20008 dan CC20009 sendiri komponennya banyak dipindahkan ke CC20015 untuk menghidupkan lokomotif tersebut, terlebih setelah CC20009 sendiri mengalami kerusakan karena menjadi lokomotif pengganti KA Argo Lawu yang mogok di Cirebon dan harus berjalan 90 km/jam.
CC20008 dan CC20009 sendiri kemudian dibawa ke Yogyakarta di dekade 2010an dan akhirnya dibesituakan baru-baru ini. Sedangkan CC20015 tetap hidup sampai dekade 2010an dengan kondisi hidup segan mati tak mau akibat salah satu silindernya yang bocor dan tidak diperbaiki. Lokomotif ini kemudian dibawa ke Ambarawa via Semarang dan kini menjadi koleksi Museum KA Ambarawa.
Depo Cirebon tercatat pernah juga memiliki 1 lokomotif CC2030105 (d/h CC20335) seiring dengan pengoperasian KA Argo Jati, serta beberapa lokomotif langsir D301 dengan livery unik dan juga 1 lokomotif BB30349 pindahan dari Sumatra Barat untuk KA feeder Cirebon-Tegal, sebelum lokomotif ini pindah lagi ke Tanah Abang. Selain itu juga Depo Cirebon pernah memiliki lokomotif CC2017717 (d/h CC20122) vintage livery yang sayangnya terlibat dalam Tragedi Cicalengka awal 2024 silam.
Kini, Depo Cirebon memiliki 5 lokomotif CC201 dan beberapa lokomotif CC206, serta rangkaian KA Argo Cheribon dan Ranggajati. Satu unit crane buatan pabrik Gottwald di Jerman tahun 1993 juga merupakan koleksi dari Depo Cirebon.
Salam preservasi 🤜🏻🤛🏻