Melacak Misteri Stasiun Kereta Api Terkuno di Indonesia
Stasiun Samarang NIS pada masa kejayaannya. (Dok. Museum Kereta Api/Repro: Deddy S)

Semarang, CNN Indonesia — Sebuah lagu yang dimainkan dengan piano mengalun ketika rangkaian Kereta Api Bangunkarta tiba di Stasiun Tawang, Semarang, Minggu (14/6). Itu lagu Gambang Semarang, sebuah lagu lama yang membuat Stasiun Semarang Tawang menjadi unik di antara ratusan stasiun yang ada di Indonesia. Lagu yang dimainkan saban sebuah kereta tiba di stasiun bersejarah itu.

Bicara tentang kereta api, memang harus bicara Semarang. Sebab inilah kota yang menjadi pusat sejarah perkeretaapian Indonesia. Di salah satu sudut bagian utara kota itu, hari ini 151 tahun yang lalu, Belanda mulai membangun rel dan stasiun kereta api pertama di Tanah Air. Dari kota ini industri kereta api Indonesia berkembang.

Dalam buku Spoorwegstations op Java karangan Michiel van Ballegoijen de Jong diceritakan soal pembangunan jalur kereta dan stasiun pertama di Indonesia. Pencangkulan pertama proyek itu dilakukan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda L. A. J. Baron Sloet van den Beele, tepat pada hari Jumat, 17 Juni 1864.

Tapi tepatnya, di manakah rel dan stasiun pertama yang dibangun mulai 17 Juni 1864 oleh perusahaan swasta bernama Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) itu? Stasiun yang kemudian disebut dengan nama Stasiun Samarang NIS?

Dari keterangan sejumlah peneliti dan aktivis pecinta sejarah di Semarang, CNN Indonesia sampai ke sebuah permukiman yang dikelilingi tambak, tak jauh di selatan Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang.

Dulu kawasan ini mendapat julukan spoorland. Nama spoorland kemudian diabadikan oleh masyarakat setempat menjadi nama jalan selebar 2,5 meter yang berujung di sebuah stasiun tua yang nyaris tenggelam dalam rawa-rawa, Stasiun Semarang Gudang.

Tapi bukan stasiun Semarang Gudang ini yang dicari, melainkan sebuah stasiun yang lebih tua. Stasiun yang kisahnya terekam dalam bentuk foto-foto. Sekian puluh tahun para ilmuwan mencari tahu keberadaan stasiun itu, dan baru sekitar 2009 ia ‘ditemukan’ lagi.

Ternyata ia tak benar-benar ‘hilang’. Stasiun itu hanya berevolusi menjadi rumah-rumah petak dan banyak komponen bangunannya yang hilang. Tersisa hanya sebagian kecil dan butuh kejelian untuk melihatnya.

Jejak besi bekas Stasiun Samarang NIS. (CNN Indonesia/Deddy S)

Yang tersisa dari stasiun kuno itu antara lain bekas atap peron yang ditandai dengan besi-besi melengkung, bekas ventilasi udara berbentuk bulat besar, kayu-kayu kaso besar-besar, dan dinding batu bata yang tebal.

Ternyata sudah lama bangunan itu diubah menjadi rumah dan orang-orang seperti lupa dari mana bangunan itu berasal.

Kalau diperhatikan tinggi rumah-rumah itu hanya sekitar 2 meteran. Ternyata air rob dan penurunan muka tanah telah membuat stasiun lama itu seperti melesak ke dalam bumi dan masyarakat pun menguruk tanah supaya tetap bisa tinggal di sana.

Bekas ventilasi udara Stasiun Samarang NIS yang kini menjadi dinding rumah warga. (CNN Indonesia/Deddy S)

“Dulu kalau memperhatikan gambar lama, stasiun ini tingginya kira-kira lebih dari 5 meter,” kata Muhammad Yogi Fajri, seorang aktivis komunitas pecinta sejarah Kota Semarang.

“Kalau mau dibandingkan seperti Stasiun Jakarta Kota, stasiun buntu dengan hanya dua peron,” kata Tjahjono Rahardjo dari Indonesian Railway Preservation Society Semarang, salah seorang yang ikut menemukan stasiun yang hampir ‘hilang’ itu.

Pada 1914 sebagian besar bangunan stasiun sudah dibongkar untuk membangun jalur rel baru dari Samarang ke Semarang Tawang.

Selebihnya tak ada yang tersisa dari stasiun, apalagi bekas rel pertama yang awalnya dibangun sepanjang 26 kilometer, menghubungkan Stasiun Samarang ke Stasiun Tangoeng. Stasiun terkuno itu tenggelam di antara rumah-rumah dan tambak ikan air payau. (ded/ded)

Sumber:

Loading